Ilmu Sebagai Modal Utama Keshalihan Orang Tua
Ilmu Sebagai Modal Utama Keshalihan Orang Tua merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary dalam pembahasan Tarbiyah Jinsiyyah (Pendidikan Seksual Untuk Anak Dan Remaja Dalam Islam). Kajian ini disampaikan pada Selasa, 18 Jumadil Akhir 1447 H / 9 Desember 2025 M.
Kajian Tentang Ilmu Sebagai Modal Utama Keshalihan Orang Tua
Di antara kunci sukses sebuah pendidikan adalah adanya guru yang handal, mumpuni, kredibel, dan memiliki kemampuan ilmu untuk mengemban serta melaksanakan tugas berat mendidik. Oleh karena itu, mau tidak mau, orang tua—ayah dan bunda—harus terus belajar.
Kebutuhan ilmu setelah menikah berbeda dengan kebutuhan ketika masih lajang. Ketika sudah memiliki anak, kebutuhan ilmu semakin besar karena orang tua kini tidak hanya berstatus suami istri, tetapi juga menjadi ayah dan bunda. Banyak masalah yang harus dipahami dan diketahui, termasuk yang berkaitan dengan tarbiyah jinsiah. Mendidik anak adalah bab yang sangat luas, dan memahami konsep Islam dalam tarbiyah jinsiyyah adalah salah satu hal yang wajib dipahami.
Mengingat masalah-masalah seperti ini kadang tidak terbahas di luar, orang tua adalah tulang punggung dalam menanamkan pemahaman yang benar kepada anak, khususnya dalam bab-bab yang sensitif atau yang mungkin tidak mereka dapatkan di tempat lain.
Berkurangnya Semangat Menuntut Ilmu
Maka dari itu, orang tua harus memiliki bekal ilmu. Terlihat banyak pemuda dan pemudi sebelum menikah rajin menuntut ilmu, bahkan jadwalnya padat. Namun, intensitas itu mulai berkurang ketika sudah menikah, dengan alasan sibuk mengurus rumah tangga dan mencari nafkah. Intensitas belajar semakin berkurang lagi ketika sudah memiliki anak, dengan alasan mengurus anak.
Hal ini menyebabkan adanya kekosongan—baik kekosongan maklumat (ilmu) maupun kekosongan jiwa. Menuntut ilmu bukan hanya mendapatkan informasi, tetapi juga mengecas rohani. Ayah bunda yang mulai melonggarkan waktu menuntut ilmunya akan mengalami kekosongan, menjadi kurang sabar, dan kurang bijaksana. Ketiadaan ilmu ini akan memperparah keadaan.
Pada akhirnya, orang tua akan menyerahkan urusan anaknya kepada orang lain. Mereka siap menitipkan anak ke pondok atau sekolah dengan alasan klasik: “Saya tidak mampu, saya tidak punya ilmu.” Sebenarnya, ini bukanlah alasan yang dapat diterima.
Orang tua mengatakan, “Saya kan bukan ustadz.” Padahal, mendidik anak tidak mengharuskan seseorang menjadi ustadz atau guru sekolah. Ini adalah tugas utama orang tua. Orang tua harus membekali diri dengan ilmu karena ini adalah tanggung jawab utama mereka. Orang pertama yang akan dimintai pertanggungjawabannya tentang anak adalah orang tua.
Lihat juga: Jangan Serahkan Semua ke Sekolah
Tidak ada alasan bagi orang tua untuk berkata, “Saya tidak tahu-menahu, sudah saya serahkan kepada ustadz/ustadzah, dan guru di sekolah.” Kecuali jika memiliki udzur untuk tidak menuntut ilmu, seperti orang gila. Selama wajib menuntut ilmu, maka wajib belajar, terutama yang berkaitan dengan kewajiban mendidik.
Ilmu tentang parenting sangat penting untuk diselami, didalami, dan ditekuni oleh para orang tua. Sayangnya, ilmu parenting kadang kurang diminati; banyak orang tua hari ini lebih tertarik mendengarkan hal-hal lain daripada belajar parenting, padahal itu adalah kewajiban mereka.
Kerugian Minimnya Ilmu Parenting
Sering kali, sebagai orang tua, banyak melakukan kesalahan. Mungkin kita tidak pernah dibekali ilmu mengenai pendidikan anak; yang diketahui hanyalah apa yang dilihat dari orang tua sebelumnya, yang mungkin juga minim ilmu. Inilah yang terus berlanjut sebagai warisan turun-temurun.
Sangat sedikit orang tua yang memiliki kesadaran untuk belajar parenting, misalnya, bagaimana menangani bayi dan balita. Usia 0 sampai 7 tahun adalah fase yang sangat krusial bagi anak. Namun, justru di fase usia inilah kebanyakan orang tua tidak mengerti apa-apa, yang baru disesali ketika anak sudah dewasa, saat orang tua mengetahui bahwa masa pertumbuhan, perkembangan, dan pembentukan karakter anak terjadi pada usia 0 sampai 7 tahun.
Pada masa tersebut, pasangan muda sering kali tidak memiliki latar belakang ilmu tentang pendidikan anak. Anak pun tumbuh liar dalam arti tumbuh begitu saja. Fase usia yang sangat krusial itu dibiarkan tanpa tersentuh nilai-nilai edukasi, sehingga sangat merugikan anak. Setelah usia 7 tahun ke atas, apalagi sudah memasuki usia baligh (10 tahun ke atas/remaja), karakter dan pola berpikir anak sudah terbentuk. Untuk mengubahnya menjadi sangat susah.
Pentingnya Persiapan Pra-nikah
Idealnya, ilmu parenting dipelajari bukan hanya ketika sudah menjadi orang tua, tetapi bahkan saat pra-nikah. Persiapan pra-nikah seharusnya tidak hanya membicarakan bagaimana menjadi suami dan istri yang baik. Menjadi suami atau istri yang baik mungkin tidak serumit menjadi ayah dan ibu yang baik. Persiapan menjadi ayah dan ibu yang baik jauh lebih panjang, lebih sulit, dan lebih menantang.
Banyak pasangan yang mungkin bisa menjadi istri yang baik bagi suaminya, tetapi gagal menjadi ibu yang baik bagi anak-anaknya. Seharusnya, ilmu parenting sudah disiapkan sejak pra-nikah agar memiliki modal dan persiapan ilmu untuk menjadi seorang ibu dan ayah.
Peran ibu harus dipersiapkan secara matang karena anak akan tumbuh dan berkembang bersama ibunya. Meskipun ayah juga harus berperan, peran ibu sangat signifikan. Jika ibu tidak dipersiapkan, ia akan gagap dan mengalami kegamangan dalam mendidik, bahkan mengurus anak. Ada ibu yang sama sekali tidak punya kesiapan untuk menangani anak mulai dari bayi hingga remaja.
Hal ini diperparah jika ayahnya juga tidak mengerti apa-apa. Pikiran yang muncul hanyalah, anak ini akan “dilempar” ke mana, seperti bertanya kepada ustadz, “Pondok mana yang bagus untuk anak kami?”
Sekolah Bukan Pembuat Keajaiban
Anak yang tidak dipersiapkan dari rumah tidak dapat sepenuhnya mengandalkan lembaga pendidikan. Pondok pesantren atau sekolah bukan pembuat keajaiban, apalagi dengan keterbatasan dan kekurangan sumber daya manusia (SDM), baik kuantitas maupun kualitasnya.
Orang tua tidak dapat berharap terlalu banyak jika anak tidak dipersiapkan dari rumah. Lembaga pendidikan, baik full day, half day, maupun pondok, akan kelimpungan menangani anak-anak yang membawa perilaku bandel (trouble maker) dari rumah.
Sekali lagi, sekolah bukan pembuat keajaiban. Uang tidak begitu sakti untuk menyelesaikan masalah anak-anak. Terlalu berat jika semua dilimpahkan ke sekolah atau pondok. Alasan ketidakmampuan, seperti “Saya tidak punya ilmu,” tidak dapat diterima. Karena ilmu parenting tidak memiliki persyaratan khusus bagi siapa pun untuk mempelajarinya.
Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download dan simak mp3 kajian yang penuh manfaat ini.
Download mp3 Kajian
Podcast: Play in new window | Download
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/55881-ilmu-sebagai-modal-utama-keshalihan-orang-tua/